Permasalahan Perumahan

METODE PEMBANGUNAN PERUMAHAN PARTISIPATIF

PENDAHULUAN

Proyek pembangunan permukiman termasuk didalamnya pembangunan rumah, prasarana dasar seperti air bersih, jalan, sampah dan drainase, fasilitas social dan lain-lain pada umumnya dijalankan dengan model top down.. Model pembangunan semacam ini didasari oleh suatu pendekatan yang berorientasi pada penyediaan (supply side oriented approach) atau pemerintah sebagai provider, dengan tujuan menghasilkan rumah dan unsur-unsur permukiman lainnya sebagai komoditas yang siap dipasarkan secara luas. Keterlibatan komunitas hanya sebatas sebagai pembeli. Dalam metode seperti ini mustahil menempatkan komunitas sebagai pengambil keputusan. Padahal pihak yang paling berkepentingan terhadap pembangunan ini adalah masyarakat sasaran. Dengan metode pembangunan perumahan seperti ini, pemerintah menghadapi permasalahan perumahan yang cukup berat karena pada kenyataannya pemerintah hanya mampu memenuhi kebutuhan rumah bagi penduduknya sekitar 10%. Selebihnya masyarakat harus berupaya memenuhi kebutuhan rumahnya, sendiri dan diharapkan pemerintah mampu menciptakan iklim yang kondusif dalam mendorong usaha tersebut (enabler).

Sejalan dengan hal itu, pembangunan perumahan secara swadaya menjadi isu yang paling utama untuk mampu memecahkan permasalahan kebutuhan rumah. Apalagi dengan meluasnya penerapan prinsip perberdayaan komunitas dan ketidakpuasan terhadap metode pembangunan top down tersebut semakin mendorong upaya untuk menegakkan metode pembangunan permukiman yang menjadikan masyarakat sebagai pelaku utama atau menyertakan masyarakat sasaran/komunitas (partisipatif) dalam seluruh tahapannya. Metode ini menempatkan komunitas sebagai salah satu pelaku yang memotori proses pengambilan keputusan dalam seluruh proses manajemen mulai dari perencanaan pembangunan sampai pemeliharaan bangunan fisik. Upaya untuk menegakkan metode ini telah dilakukan melalui beberapa model seperti Cobild (Community based Initiatives on Housing and Local Development),dan/P2BPK (Pembanguan Perumahan Bertumpu Pada Kelompok)., KIP Comprehensive, CBD (Community Based Housing Development) dll.

Model-model pembangunan ini hendak melepaskan diri dari kontroversi yang mempertentangkan pendekatan bottom up dengan top down., melalui penerapan konsep partisipasi berbagai pelaku pembangunan. Konsep ini diwujudkan dengan pembagian atau pembedaan peran setiap pelaku pada tahapan proyek. Untuk menerapkan model ini dibutuhkan suatu strategi yang mengatur posisi dan peran dari berbagai pelaku.

Diawali dengan pembentukan kelompok/pengorganisasian, kelompok menjalani proses mengumpulkan, mengolah dan memetakan berbagai informasi. Pelaksanaan model-model pembangunan diatas dapat dilakukan dengan menggunakan suatu metode survey/perencanaan atau dikenal dengan metode pembangunan perumahan PRA. Participatory Rural Appraisal yaitu metode pengkajian desa/kampong secara partisipatif. Pemakaian metode ini dapat dimulai dari perencanaan, hingga pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi program pembangunan. PRA tidak saja diterapkan untuk masyarakat desa namun dipakai juga untuk mengkaji masyarakat kota dan pinggiran.

PERMASALAHAN PERUMAHAN di INDONESIA

1. Kebutuhan rumah meningkat pesat, penyediaan tidak seimbang dengan permintaan. Pemerintah hanya mampu meyediakan 10% dari kebutuhan, sehingga masyarakat masih harus memenuhi 90 % kebutuhan yang harus dilakuakn secara swadaya oleh masyarakat

2. Penyediaan rumah belum mencapai sasaran masyarakat berpenghasilan rendah

3. Desentralisasi belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan yang diharapkan

4. Kemampuan daya dukung lahan perkotaan menurun karena terbatasnya sarana dan prasarana perkotaan

5. Terbatasnya lahan di perkotaan dan sulitnya memperoleh tanah dengan harga murah serta belum adanya mekanisme baru dalam pengendalian harga tanah

6. Masih kurangnya sumberdaya manusia yang berkualitas di bidang perumahan dan permukiman

7. belum tumbuhnya kondisi yang dapat merangsang peran serta masyarakat secara luas

8. belum adanya mobilisasi dana dan daya dunia usaha oleh masyarakat secara maksimal

Dari sekian permasalahan diatas, permasalahan pertamalah yang kemudian menjadi salah satu latar belakang lahirnya pendekatan bottom up . Hingga kemudian lahir kebijakan yang menjadi landasan hukum berubahnya pendekatan pembangunan di Indonesia disamping berubah pula sistem penyelenggaraan pemerintah kita dari sistem sentralisasasi menjadi desentralisasi atau lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah. Dari sini kemudian mulai berkembang metode-metode pembangunan yang mengedepankan proses pemberdayaan masyarakat dan menjadikan mereka sebagai pelaku utama dalam seluruh tahapan pembangunan .

Pembangunan Perumahan secara Swadaya

Pengertian perumahan swadaya adalah rumah atau perumahan yang dibangun atas prakarsa dan upaya masyarakat baik secara berkelompok maupun secara sendiri-sendiri. Perumahan swadaya mempunyai kontribusi yang sangat signifikan dalam pembangunan rumah secara nasional, diperkirakan mencapai 80 %. Bahkan Prof. Johan Silas menyebutkan bahwa kontribusi perumahan swadaya bisa mencapai 90% Selebihnya sekitar 10-20 % dibangun oleh lembaga formal seperti developer baik swasta maupun pemerintah, maupun yayasan).

Dari hasil sarasehan di Dinas Kimtaru Jawa Tengah di Semarang 14 Maret 2006 tentang Persiapan Pelaksanaan Program Kredit Mikro Perumahan Swadaya Bersubsidi diungkapkan bahwa pengertian Perumahan Swadaya adalah:

1. Self Help Housing” yang berarti bahwa rumah bukan hanya dilihat dari cara pembangunannya yang “Self built” namun lebih jauh pada “user control” artinya bahwa keterlibatan penuh dari si penghuni sangat dipentingkan.

2. Rumah bukan dianggap sebagai komoditi namun sebagai “kata kerja” karena merupakan suatu “proses” atau kegiatan (Housing by process rather than Housing by Product)

3. Yang membedakan dengan rumah formal adalah bahwa dalam hal penggunaan tenaga kerja dalam pembangunan rumah yang lebih pada “ sweat equity” (dengan keringat sendiri) ditambah dengan bantuan tukang kalau diperlukan

4. Bahan bangunan yang digunakan lebih berupa “Stockpiling” bahan bangunan (bisa baru dan terutama bekas)

5. Sistem Pembiayaan terutama dengan menggunakan “kredit mikro” untuk mendukung pembangunan rumah secara “bertahap”

Dilihat dari fungsinya, rumah/ perumahan swadaya lebih mementingkan use value bukan “commercial value”artinya bahwa rumah bukan sebagai bahan komoditas sehingga memungkinkan menempati rumah yang belum selesai.

Namun begitu, kendala yang dihadapi oleh perumahan swadaya adalah menyangkut relatif kurang terpenuhiya persyaratan lokasi, kualitas rumah dan kualitas lingkungan, terutama dukungan prasarana dan sarana. Perhatian baik pemerintah daerah maupun pemerintah provinsi, kabupaten/kota selama ini masih sangat terbatas dalam penanganan perumahan swadaya, umunya berbasis pada proyek dan ad hoc. Proyek yang dilakukan berupa subsidi pemerintah dalam membangun dan memperbaiki rumah dan perumahan, baik berupa bahan bangunan rumah, maupun pinjaman dana untuk membangun atau memperbaiki rumah dengan konsep bergulir yang digulirkan dalam kelompok masyarakat Pada skala proyek, bantuan pemerintah sukses selama proyek dilaksanakan, tetapi pembinaan pasca proyek umumnya tidak berkelanjutan sehingga terjadi kecenderungan kemunduran kualitas lingkungan maupun rumah yang dibangun secara swadaya.

Oleh sebab itu pembinaan dan pengaturan perumahan swadaya perlu ditingkatkan, terutama dalam konsep yang lebih menekankan peningkatan pembangunan dan pengelolaan secara mandiri dan berkelanjutan. Skala proyek pemberian subsidi pemerintah yang langsung membangun dan memperbaiki rumah selama ini tidak mampu untuk membantu percepatan pembangunan dan peningkatan kualitas perumahan swadaya, karena keterbatasan kemampuan pemerintah untuk memberikan subsidi kepada masyarakat. Pada hal langkah yang mendesak dan sangat strategis adalah scaling up proses pembangunan baru dan peningkatan kualitas perumahan swadaya (Yuniarto, 2006). Langkah scaling up ini hanya mungkin jika melibatkan semua potensi yang ada dan dimobilisasikan secara sinergis. Pendekatan pembangunan perumahan swadaya umumnya tidak langsung dapat mencapai hasil dalam waktu yang singkat. Karena pembangunan rumah dan perumahan swadaya dilaksanakan secara bertahap, sehingga yang dapat dilakukan adalah mempersingkat waktu penyelesaian rumah maupun perumahan, dari yang umumnya 10 tahun sekurang-kurang dapat diselesaikan dalam waktu 3 tahun dengan memobilisasi potensi yang ada.

Potensi peningkatan pendapatan secara nasional cukup besar tersebar diberbagai departemen, badan usaha dan swasta, tetapi belum disinergikan dengan kegiatan atau upaya untuk meningkatkan pembangunan dibidang perumahan. Yang diperlukan adalah memberikan informasi dan kemauan (willingness) untuk bersinergi saling menguntungkan. Hal ini sejalan dengan hasil dari Risalah Seminar Nasional ”Membangun Keswadayaan Masyarakat Miskin untuk Menghuni Rumah yang Layak” yang diselenggarakan di UNS atas kerjasama Kantor Menpera dan UNS tgl 2-3 Maret 2006, yatu:

1. Membangun keswadayaan masyarakat untuk menghuni rumah yang layak ditempuh dengan mensinergikan upaya pemberdayaan ekonomi dengan upaya pembangunan rumah

2. Di dalam membangun keswadayaan melibatkan stakeholders (pemerintah, swasta, lembaga keuangan dan masyarakat)

3. Membangun keswadayaan memanfaatkan kearifan lokal baik lembaga, pranata sosial, maupun bentuk dan bahan bangunan

4. Dalam membangun keswadayaan masyarakat miskin untuk menghuni rumah yang layak, diperlukan peningkatan kapasitas masing-masing pelaku

5. Perguruan tinggi dan lembaga penelitian diharapkan dapat memberikan dukungan analisis ilmiah dan evaluasi dalam merumuskan kebijakan dan operasionalisasi kebijakan

6. Peran lebih dari pemerintah Propinsi, Kabupaten/ kota dalam memberikan dukungan dan mensinergikan berbagai upaya dan pengendalian pelaksanaan pemberdayaan ekonomi dan pembangunan rumah

7. Peran pemerintah propinsi, kabupaten dan kota adalah memberikan jaminan hukum bermukim bagi masyarakat miskin.

Dengan koordinasi yang baik dan saling memberikan informasi yang tepat, dapatlah segala potensi tersebut dimobilisasi pada suatu lokasi tertentu membentuk sinergi yang tidak saling merugikan dan memberikan dampak ganda pada kesejahteraan masyarakat dengan mekanisme pasar.

Untuk mencapai Tujuan dan Sasaran pembangunan perumahan rakyat tahun 2005-2009, mewujudkan Visi Pembangunan Perumahan Rakyat secara bertahap dan sistematis, serta sejalan dengan Misi Kementerian Negara Perumahan Rakyat maka kebijakan pembangunan perumahan rakyat Tahun 2005-2009, arah kebijakan dan program, diantaranya diarahkan pada:

1) Mengembangkan pembangunan perumahan dan permukiman yang bertumpu pada keswadayaan masyarakat;

2) Meningkatkan fasilitasi dan upaya pemberdayaan masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan rumah yang layak;

3) Meningkatkan peran pemerintah daerah dalam pembangunan perumahan;

4) Meningkatkan kapasitas SDM dan pelaku pembangunan Perumahan dan Permukiman;

Deputi Bidang Perumahan Swadaya merupakan salah satu Deputi yang mempunyai peran besar di dalam pemberdayaan masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan perumahan secara mandiri dan swadaya. Perumahan Swadaya diartikan sebagai rumah atau perumahan yang dibangun atas prakarsa dan upaya masyarakat baik secara berkelompok maupun secara individu.

Pembinaan dan pengaturan perumahan swadaya perlu ditingkatkan, terutama dalam konsep yang lebih menekankan peningkatan pembangunan dan pengelolaan secara mandiri dan berkelanjutan. Pemberdayaan masyarakat perumahan untuk lebih berpartisipasi dalam pembangunan rumah swadaya menjadi sangat diperlukan, terutama karena keterbatasan subsidi pemerintah di bidang perumahan maupun dalam pemberian kredit mikro. Peningkatan kapasitas dan peran kelembagaan dan stakeholders dalam pengembangan perumahan swadaya menjadi sangat diperlukan dan merupakan salah satu kegiatan pokok di Deputi Bidang Perumahan Swadaya.

Peran Perguruan Tinggi, LSM atau NGS (Non Government Stakeholder) serta Pakar di bidang Perumahan menjadi sangat diperlukan dalam mendorong pemenuhan kebutuhan perumahan secara swadaya. Terutama di dalam perannya memfasilitasi, mendampingi masyarakat dan memberdayakan masyarakat untuk bisa memahami esensi perumahan dan lingkungan layak huni serta mampu mengaplikasikan di dalam perencanaan dan permbangunan rumah dan lingkungan mereka secara swadaya. dan berkelanjutan.

Pengertian Pemberdayaan dan Komunitas

Pemberdayaan : suatu upaya yang diarahkan pada proses pengembangan ke­mam­puan, penggalian sumberdaya lokal, serta pemberian peran yang lebih luas kepada masyarakat untuk berperan sebagai pelaku utama.

Komunitas adalah sekumpulan orang yang menempati suatu lokasi dan saling berhu­bung­an timbal balik dalam kehidupan bersama, dan merasa saling menjadi bagian/milik di antara kumpulan tersebut. Seringkali istilah komunitas digunakan bergantian dengan isti­lah masyarakat.

Pengembangan komunitas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh sekumpulan orang yang mendiami suatu lokasi secara bersama melakukan suatu proses kegiatan untuk meru­bah situasi ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan mereka

Dimensi pengembangan komunitas:

1. Nilai

· Partisipasi dan kolaborasi yang demokratis: partisipasi semua pihak yang berkepentingan, dan di antara pihak-pihak tersebut dibangun kerjasama yang demokratis

· Keadilan yang merata: tidak ada pihak yang dikalahkan dan dimenangkan, se­da­pat mungkin semua kebutuhan dan kepetingan anggotanya dapat dilayani

· Self-determination: setiap individu dan kelompok yang terlibat dalam proses pengembangan komunitas hendaknya memiliki kepastian/keyakinan tentang apa yang dilakukannya, sehingga memampukannnya memberi andil dalam keseluruhan proses yang sedang berlangsung

2. Proses

· Rangkaian kegiatan dalam pengembangan masyarakat tersebut, bisa dalam ben­tuk penelitian (survey), tindakan kemasyarakatan, atau pendampingan dari pihak luar masyarakat tersebut

3. Stakeholders

· Individu dan komunitas serta semua pihak lain yang mempunyai kepentingan (mempengaruhi dan dipengaruhi) dengan hasil dari pengembangan komunitas

Alur proses pendampingan pembangunan perumahan secara kelompok (lampiran)